BAB I
PENDAHULUAN
Dengan memanjatkan
puji dan syukur ke hadirat Tuhan Allah di dalam Yesus Kristus Kepala Gereja
yang telah menyertai, menuntun dan berkenan memampukan kami untuk dapat
menyelesaikan penyusunan sejarah jemaat GMIM Bait’El Ritey.
Sejarah jemaat
merupakan salah satu penuntun arah perjalanan gereja kedepan karena dengan
memahami sejarah jemaat maka kita juga akan memberikan arah bagi pelayanan
Gereja dalam rangka menuntun jemaat untuk menyadari tugas dan panggilan Gereja
di dunia ini yaitu : Bersaksi, Bersekutu dan Melayani.
Penyusunan sejarah
jemaat ini adalah juga untuk memenuhi harapan BPS GMIM tentang perlu adanya
sejarah jemaat di masing-masing
jemaat. Adapun dasar sejarah jemaat ini
adalah melalui koordinasi serta himpunan dari berbagai cerita dan informasi
dari berbagai tokoh, tua-tua Pemaat dan tokoh-tokoh masyarakat serta data yang
diperoleh berdasarkan arsip jemaat.
Kami menyadari bahwa
penyusunan dan penyajian sejarah jemaat ini terdapat berbagai kekurangan dan
kelemahan, namun isi dari sejarah jemaat ini telah menyangkut dan mencakupi
berbagai latar belakang dan peristiwa berdasarkan fakta sejarah yang ada
sehingga dapatlah memberikan gambaran tentang keadaan dan keberadaan jemaat
GMIM BAIT’EL RITEY.
Kiranya Sejarah jemaat
ini akan memberi nuansa pelayanan yang lebih cerah demi tersentuhnya semua
semua aspek pelayanan jemaat yang akurat, aktual dan efisien dan demi
tercapainya tujuan pelayanan untuk hormat dan kemuliaan nama Tuhan.
BAB II
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN JEMAAT
GMIM RITEY
A.
Asal Usul Terbentuknya Jemaat
Pada dasarnya disadari dan dipahami bahwa, setiap orang yang ingin
mempelajari sejarah adalah wajar dan layak jika seseorang menyadari bahwa apa
yang dipelajarinya itu adalah menyangkut dengan cerita-cerita atau kisah-kisah
yang dibuat, diciptakan dan diawasi oleh “Sang Pembuat Sejarah”, Dialah Tuhan,
Pencipta alam semesta.
Melalui tulisan ini adalah penting bagi warga jemaat Tuhan yang ada di
Desa Ritey untuk mengetahui atau mengenal sejarah gereja dari jemaatnya
sendiri. Dengan mengenal dan memahami sejarah gereja, itu berarti atau
sekaligus akan menghargai dan menghormati jeri dan juang dari pada pendahulu,
pionir-pionir (tokoh-tokoh perintis) yang terpanggil, terutus dan dipakai Tuhan
secara luar biasa.
Selanjutnya merupakan
secuil/sekelumit sejarah dan perkembangan jemaat GMIM Ritey terekam melalui
informasi langsung (para orang tua) dan
informasi lainnya berdasarkan literature (artikel / tulisan) dari
pendahulu-pendahulu yang dapat dikatakan sebagai tokoh-tokoh / tua-tua gereja.
Oleh karena itu melalui data dan informasi yang kami peroleh dari penuturan
orang tua terdahulu bahwa, penduduk Ritey berasal dari Minahasa Utara, Minahasa
Tengah dan Minahasa Selatan. Hal ini membuktikan bahwa di Desa Ritey terdapat
nama-nama marga seperti : Tombokan, Mamengko, Assa, Lintang, Mirah, Weken,
Lonteng, Tumilaar, Lumankun, Sangkoy, Tumurang, dll. Sebelum Desa Ritey di
tahbiskan (aita’di) kira-kira tahun 1575, penduduk desa ini sudah memeluk agama
suku yang berbakti dan menyembah pada ilah-ilah atau dewa-dewa. Yang dimaksud
dengan ilah-ilah yaitu penguasa-penguasa alam yang sakti dan gaib, bahkan tidak
dapat dilihat dengan mata telanjang. Kita ingat nyanyian “nanaani” yakni nyanyian leluhur kita yang
mengungkapkan ilah-ilah seperti dalam syairnya berbunyi sebagai berikut ; O
Empung Andangka Tembonai Pakasa dan seterusnya.
Dewa-dewa ini adalah wahana leluhur yang didewakan karena dianggap
perkasa, pemberani, seperti Toar dan Lumimuut yang dilegendakan berasal dari
Angina Tumileng yang adalah pembawa butir-butir padi dari kayangan dll. Agama
suku ini berakhir pada saat agama Kristen dengan penginjilannya yang intensif
masuk di Desa Ritey, oleh orang Belanda dan penginjil-penginjil Jerman pada
abad 18 sampai permulaan abad 19. Suatu hal yang perlu kita ketahui bahwa pada
waktu orang-orang Portugis yang beragama
Roma Katolik tiba dan menguasai Amurang,
tidak berhasil masuk ke desa Ritey karena kuatnya agama suku dan karena sikap
orang-orang Portugis yang ganas serta
suka berperang itu, maka leluhur-leluhur kita pula tidak kala ganasnya
menentang tindakan tersebut. Hal ini tampak bahwa sampai saat sejarah ini
ditulis, di desa Ritey tidak terdapat penduduk yang menganut ajaran Roma
Katholik.
Bersamaan dengan pembentukan pemerintahan desa Ritey oleh pemerintah
Belanda itu, maka masuk pula agama Kristen Protestan di desa Ritey. Pada waktu
itu desa Ritey sedang dipimpin oleh seorang tonaas bernama LELA (nama kafir).
Tonaas ini memimpin dua desa yaitu desa Ritey dan desa Malenos Lama (kini desa
Malenos Baru) dan dengan adanya peyebaran agama Kristen Protestan maka tonaas
Lela memerintah supaya semua penduduk masuk agama Kristen Protestan. Tonaas
Lelapun turut bersama-sama dibaptiskan dan diberi nama Karel Lonteng.
Agar supaya desa Ritey dan Malenos Lama segera beralih dari kafir ke
Kristen Protestan, maka penduduk di desa ini dibebaskan dari kegiatan-kegiatan
atau pekerjaan desa (kerja bakti). Dan penduduk yang belum memeluk agama
Kristen Protestan diwajibkan bekerja bakti pada hari Minggu untuk kepentingan
desa namum hal ini tidak berlangsung lama
dan seluruh penduduk kedua desa itu memeluk agama Kristen Protestan.
Bersamaan dengan penyebaran agama Kristen inilah maka didirikanlah suatu
sekolah yang disebut sekolah zending (zendelling) kira-kira tahun 1835; sekolah
ini mula-mula terdiri dari tiga kelas. Kemudian tahun 1946 atas inisiatif dari
guru Nehemia Mirah (alm.), sekolah ini menjadi 4 kelas. Akhirnya pada tahun
1951 atas prakarsa dari Bpk. Frans Tenges (alm.) sekolah ini menjadi 6 kelas.
Berhubung sekolah ini didirikan pada waktu tertib Administrasi Negara
belum ada, maka dasar hukum berdirinya sekolah tersebut belum ada pula. Nanti
pada tahun 1978 sekolah ini mempunyai dasar hukum yakni dengan adanya surat keputusan dari
yayasan Kristen GMIM Tomohon No. 033/SD GMIM/78. Tertanggal 1 Juni 1978. Jadi
sejak awal sekolah tersebut didirikan yakni tahun 1835 sampai dengan sekarang
ini (2004), tetap dalam asuhan GMIM Ritey.
Sekedar ditambahkan pula bahwa Ritey secara Etimologis diambil dari kata
“Rentei “yang artinya “Tanaman yang meninggi diatas tanah akibat pengikisan air
hujan ; tanaman yang tumbuh kelihatan tinggi (Rumentei).
“Kumentei” dalam pengertian lain dapat berdiri dengan ujung telapak kaki
untuk memperoleh sesuatu diatas tanpa menggunakan alat Bantu, jadi Ritey
diambil dari kata “Rentei” dan “Kumentei”.
B.
Fakor Budaya
Sebelum dan sesudah kampung ini ditahbiskan (Ai’tadi) orang alifuru
percaya pada banyak dewa sebagai penguasa alam yang dianggap memeiliki kekuatan
sakti sebagai pelindung, pembela, pemelihara, dll.
Orang yang melakoni sebagai perantara dengan dewa-dewa adalah Tonaas dan
Walian. Mereka ini memiliki kecakapan khusus dan kekuatan gaib hitam dan putih.
1.
Matuli
Ritus upacara hasil
panen sebelum makan bersama disendirikan makanan khusus untuk dewa-dewa sebagai
sesajian.
2.
Rumeindeng Wo Rumani
Menyanyi sambil menari
mengacungkan tangan keatas sambil mengucapkan bahasa yang hanya dimengerti
olehWalian dan Tonaas diakhiri dengan ucapan : Oh wailan, oh opo-opo I
semperangge matuliwo siwawaya anio weanai keted wo kamangenai
3.
Upacara Pangelepan
(Upacara Pemujaan)
Rakyat dikumpul dalam
suatu tempat, sementara walian dan tonaas berkeliling sambil berlompat dan
berteriak dalam bahasa gaib diiringi bunyi tetengkoran dan tingtingen.
4.
Kapelik’an
Tempat
tertentu yang dianggap keramat, khusus didatangi oleh walian dan tonaas.
Selanjutnya oleh karena seirama dengan percepatan kemajuan, dan
perkembangan yang ada , dibarengi dengan pertumbuhan iman jemaat yang dewasa
maka sosial culture pada waktu itu sedikit demi sedikit mulai meninggalkan pola
pikir budaya yang lama, sehingga ada kecenderungan dari masyarakat / jemaat
yang punya kerinduan untuk mengikuti
pola perkembangan budaya yang moderen.
Setelah masyarakat / jemaat mau mengikuti perkembangan yang ada maka
keempat (4) faktor budaya diatas secara berangsur-angsur mulai terjadi
pengikisan / bergeser. Dengan demikian karena dipandang bahwa keempat faktor
budaya tersebut tidak sesuai lagi dengan kehidupan / perkembangan jemaat dewasa
ini yang semakin moderen maka budaya
santun “tegur sapa” dan “tutur kata”, satu dengan yang lain, serta budaya
mapalus (gotong royong), selalu dikedepankan.
Aspek-aspek budaya jemaat mula-mula yang positif yang perlu dilestarikan
antara lain :
-
Pertanian : Budi daya
kelapa, jagung, Gula Batu, Sopi (cap
tikus)
-
Seni Budaya : Maowey (
Maengket), rumamba dan Kabasaran
-
Falsafa Hidup :
Sumerar, Tumane, Tumani, Tumou Tou
-
Aspek social
Ke4masyarakatan : Mapalus, Mentamber-tamberan, Maarukup, Mamusu sama.
BAB III
PERKEMBANGAN PENGINJILAN DAN PENDIDIKAN
Kekristenan sudah
hadir di Indonesia
sejak kedatangan Portugis dan Spanyol di Indonesia. Namun misi yang berkembang
adalah misi Katolik yang pada akhirnya tidak berkembang dengan baik dan banyak
mendapat halangan oleh kepercayaan suku yang sangat kuat dimasa itu. Pada tahun
1644 berakhirlah kegiatan misi di Indonesia dengan berakhirnya masa
penjajahan Portugis dan Spanyol di Indonesia. Pada tahun 1602 pemerintah
Belanda membentuk sebuah Maskapai Perkapalan yang diberi nama Verenigde Oost
Indische Company (VOC) yang menggantikan Portugis dan Spanyol di Indonesia.
Kehadiran VOC ini disertai juga beberapa pendeta. Hal ini berhubungan dengan
munculnya minat baru terhadap pekabaran injil yang timbul di Inggris pada Abad
ke-VIII dan segera berpindah ke Belanda. Pada tahun 1797 didirikan sebuah Badan
Penginjilan yang diberi nama Nederlands Zendeling Genoostschap (NZG) di
Rotterdam. Badan ini kemudian mengutus pendeta-pendeta ke Indonesia
termasuk kebagian timur yaitu daerah Maluku, Timor
dan Minahasa di mana para Zendeling menemukan kelompok-kelompok orang Kristen
yang tidak terpelihara dan terawat imannya.
A.
Di Minahasa
Penginjilan di
Minahasa sudah dimulai dengan datangnya orang Portugis dan Spanyol di tanah
Minahasa. Pada tahun 1512 dalam perjalanan menuju Ternate,
Portugis sempat singgah di Minahasa. Dalam kapal itu ikut serta Paderi Diego
Magelhaes yang kemudian mengkristenkan 1500 orang termasuk Raja Manado pada
tahun 1563. Dengan demikian pada masa itu Injil sudah mulai diberitakan di
tanah Minahasa melalui misi Katolik bangsa Portugis. Namun seperti di
tempat-tempat lain misi ini tidak berkembang dengan baik. Pada tahun 1644
berakhirlah kegiatan misi Katolik di Minahasa.
Pada tahun 1663 VOC
menggantikan kekuasaan Portugis dan Spanyol di Minahasa. Kedatangan VOC ini
disertai juga beberapa orang pendeta. Salah satu diantaranya adalah Ds.
Montanus yang pada tahun 1707 melaporkan bahwa terdapat 500 orang Kristen di
Manado. Namun di tahun 1789-1817 jemaat-jemaat itu terbengkalai dan terlantar.
Tahun 1817 Minahasa sempat dikunjungi oleh Josef Kam yang karena pekabaran
injilnya di Maluku dijuluki Rasul Maluku, kemudian tahun 1819 dikunjungi oleh
DS Lenting dan tahun 1827 dikunjungi oleh Hellendorn yang disebut-sebut sebagai
perintis penginjilan di Minahasa. Pada
tahun 1829 sebuah badan penginjilan yang bernama Nederlands Zendeling
Genootschap (NZG) memutuskan untuk menjadikan Minahasa sebagai lapangan
Pekabaran Injil di samping Ambon dan Timor. Mereka kemudian mengutus Riedel dan Schwars ke
Minahasa dengan Riedel di Tondano dan Schwars di Kakas lalu pindah ke Langowan.
Tanggal 12 Juni 1831 kedua Pekabar Injil itu tiba di Manado. Dan tanggal ini kemudian ditetapkan
oleh GMIM sebagai Hari Pekabaran Injil dan Pendidikan Kristen karena dalam
upaya melaksanakan Pekabaran Injil para penginjil membuka sekolah-sekolah yang menarik minat
orang-orang Minahasa. Faktor inilah yang menjadi salah satu sebab hingga
Pekabaran Injil di Minahasa begitu cepat berkembang dan meluas. Ditahun-tahun
selanjutnya Pekabaran Injil di Minahasa berkembang seiring dengan perkembangan
pendidikan Kristen di Minahasa.
B.
Di Amurang
Pekabaran Injil di
Amurang sudah dimulai sejak datangnya orang Portugis dan Spanyol di tanah
Minahasa tahun 1512. Pada tahun 1522, tanah Malesung berangsur-angsur dikuasai
oleh Portugis dan Diego de Magelhaes mendapat kesempatan memulaikan misinya.
Pada masa itu disekitar pantai Amurang dibangun logi-logi penampungan hasil
pertanian. Desa Ritey yang berada disekitar Amurang dipengaruhi oleh kedatangan
Portugis sehingga suku Minahasa bagian utara menjadikan desa Ritey sebagai
tempat persembunyiannya.
Di masa sekarang ini
bukti kehadiran Portugis di Amurang masih bisa ditemukan. Sebuah benteng
Portugis bisa ditemui di pantai Amurang
adalah sebuah bukti kehadiran Portugis di Amurang walau tidak lagi ditemikan
data akurat kapan tepatnya mereka tiba di sana.
Hasil observasi dan ekskavasi tim survey dinas Arkeologi Sulawesi Utara yang
dipimpin Dr. Santoso Sughodo tahun 1991-2000 menemukan bahwa Gerjea Sentrum,
Penjara Amurang dan ex-Kantor Koramil termasuk dalam areal benteng
tersebut.Dulunya di atas tanah yang kini didirikan Gereja Sentrum terdapat
Kapel yang menjadi tempat beribadat para penghuni benteng dan masyarakat
sekitar yang telah menjadi Kristen.
Pada tahun 1644 - 1645
suatu armada Spanyol memasuki teluk Amurang dari Filipina. Armada itu mendarat
di pantai Kawangkoan Bawah dan mendirikan benteng di sana. Karena sikap kejam bangsa Spanyol
terjadi perlawanan dari golongan suku-suku di Minahasa. Spanyol kemudian
terdesak dan meminta bantuan pada VOC yang telah berada di Ternate.
Harus diakui walau
kehadiran Portugis dan Spanyol di Minahasa/Amurang adalah sebagai penjajah,
merekalah yang yang memperkenalkan kepercayaan Kristen di Minahasa/Amurang. Dan
tidak mustahil tanpa kehadiran mereka Minahasa/Amurang sudah diislamkan oleh
Sultan Ternate.
Setelah Portugis dan Spanyol meninggalkan
Amurang, jemaat Kristen menjadi terlantar dan tidak terpelihara. Banyak yang
kemudian kembali pada kepercayaan mereka terdahulu yaitu kepercayaan suku.
Perkembangan baik baru dialami jemaat setelah VOC dan NZG hadir di Amurang.
Pada tanggal 1 Januari
1837 NZG mengutus Zendeling Karl Tragot Herman di Amurang dan menyampaikan
khotbah perdananya. Herman kemudian menetap di Amurang dengan istrinya dan
seorang anaknya. Ketika tiba di Amurang dia menemukan 700 orang Kristen yang
sudah di Baptis tapi tidak terpelihara kerohaniannya. Wilayah pelayanan K.T.
Herman melingkupi 100 desa disekitar Amurang dengan jumlah penduduk sekitar
30.000 jiwa. Desa Ritey adalah salah satu desa diantaranya. Pada tanggal 17
Juli 1836 Herman mulai mendirikan sekolah.
Kedatangan K.T. Herman
membawa nuansa baru lewat pekabaran-injilnya yang intensif di Amurang. Ia
sangat rapih dan teguh dalam bekerja serta disiplin hingga dijuluki sebagai
“orang yang selalu rindu pada pekerjaan”. Ia giat mengajar dan berkhotbah. Pada
tanggal 27 September 1851. K.T. Herman meninggal dan dikuburkan di Amurang
tepatnya di desa Ranoyapo.
C.
Di Ritey
Pada masa Portugis dan
Spanyol tidak ditemukannya data/bukti kalau
kekristenan sudah sampai di Ritey. Data tertua yang ada yaitu di zaman
K.T. Herman tahun 1836-1851. Di masa itu Ritey termasuk di antara 100 desa yang
menjadi wilayah pekabaran injil K.T. Herman.
Pada tahun 1849, dua
tahun sebelum K.T. Herman meninggal, NZG mengutus Ds S. Ulfers ke Minahasa dan
mendirikan jemaat di Ranoyapo tepatnya di desa Kumelembuay. Seluruh klasis
Amurang yang kala itu disebut KlasisRomoong-Tombasian menjadi
tanggung-jawabnya. Dengan menunggang kuda ia melakukan lawatan-lawatan ke
seluruh wilayah Klasis Amurang termasuk ke desa Ritey. Hanya kapan pastinya
kunjungan itu sudah tidak diketahui lagi. Pada masa Ds. Ulfers inilah diketahui
bahwa di desa Ritey sudah ada pembangunan
gereja (gereja pertama ) yang dibangun pada tahun 1835. Sebelum berdirinya
gedung gereja ini persekutuan jemaat dilaksanakan di rumah-rumah penduduk.
Pembangunan gereja pertama ini dilaksanakan pada masa pemerintahan Nikolas N.
Lintang.
Pada tahun 1850, satu
tahun setelah pengutusan Ds. S. Ulfers, diutuslah Ds. Nicolas Graafland yang
ditempatkan di Sonder. Dari catatan-catatan pribadi yang ditulisnya di atas
geladak kapal yang tengah mengarungi Samudera Atlantik dalam perjalanan pulang
ke negeri Belanda diperoleh data bahwa N. Graafland
pernah beberapa kali mengijakkan kaki di desa Ritey. Dalam tulisannya ia menyebutkan bahwa :“ Di
negeri Koreng, Maliku, Ritey dikatakan : negeri kecil dan seluruh daerah ini
memberi kepuasan kepada zendeling-guru di Amurang itu mengenai kehidupan
Kristen yang menampakkan diri di sini. Di bagian luar anda dapat melihatnya
dalam didirikannya gedung gerjea yang kecil, orang yang ramah serta akrab,
serta negeri yang dibangun dengan rapi.” (Graafland, N. 1987: 292). Perjalanan
N. Graafland ini dilaksanakan sekitar tahun 1864. Ini menunukkan bahwa jemaat
Kristen sudah ada jauh sebelum tahun 1864 dengan sudah adanya sebuah gereja
kecil. Seperti Ulfers, Graafland melaksanakan pelayanan sakramen Baptisan dan
pernikahan di desa Ritey.
Pada tanggal 16
Januari 1851 S. Van Der Velde Cappelan bertugas di Amurang menggantikan K.T.
Herman. Ia melayani sampai ke daerah-daerah pegunungan di sekitar Amurang
termasuk juga desa Ritey. Pada tahun 1857 seorang pribumi yaitu Ds. L.
Mangindaan berhasil menamatkan pendidikannya di negeri Belanda dan pulang ke
Minahasa. Ia kemudian diteguhkan sebagai Predicant di Manado. Dalam perjalanan
dinasnya, Ds. L. Mangindaan beberapa kali menginjakkan kakinya di desa Ritey.
Pada tahun 1861 Ds.
Van De Liefde dan Ds. J.A.T. Schwarch ditempatkan di klasis Amurang. Mereka
juga pernah mengunjungi desa Ritey dan melayani jemaat Ritey.
Pada tahun 1885, Ds.
Wiersman dan Ds. Schwarh bersama tokoh-tokoh NZG lainnya secarah bersamaan
berkumpul di desa Ritey dalam acara Pertemuan Raya Antar Klasis se Minahasa (
ada dugaan sementara pada acara inilah Jemaat Ritey diberi hadiah sebuah
lonceng gereja yang dikirim langsung oleh NZG dari Belanda melalui Tim Perumus
pasca pertemuan raya itu ).
Pada tahun 1889 Pdt.
E.W.G Graafland yang adalah putra N. Graafland
melaksanakan tugas pekabaran-injilnya. Ia ditugaskan NZG di Rumoong (Atas) dan
Amurang. Untuk menuju Amurang, jalur jalan Tumaluntung, Kaneyan, Ritey adalah
jalan alternatif yang sering dilalui oleh Graafland muda ini. Hasil wawancara
dengan tua-tua desa yang masih hidup sampai tulisan ini dibuat (a.l. Bapak Wem
Tenges) mengatakan bahwa Graafland muda melayani di Ritey dengan menunggang
kuda bersama penolong-penolong yang lain termasuk isterinya Clara De Vries.
Clara De Vries membantu pekabaran injil suaminya dengan mengajarkan ketrampilan
masak-memasak, menjahit, dan ketrampilan rumah tangga lainnya. Di masa itu
jemaat Ritey dipimpin oleh Jesaya Tambayong. Bukti-bukti dari pelayanan
Graafland muda antara lain membaptis : 1) Membaptis Bpk. Piet Lonteng ( anak
dan cucunya masih hidup dan menetap di Manado),
2) Membaptis Ibu Ending Lintang tahun 1896 ( Ibunda Bpk. Wem Tenges). Keduanya
diangkat sebagai anak Baptis (anak serani) oleh Graafland muda ini kemudian
bukti otentik Graflan Mudah yang ada sekarang adalah surat baptis a.n. Nehemia Mirah pada tanggal 16
Juni 1901.
Dalam perjalanan
tugasnya sampai tahun 1914, pendeta Graafland muda dibantu oleh Pdt. H.J. Ten
Kate. Setelah Pdt. Graafland meninggal, berturut-turut melayani resort Amurang
adalah Pdt. B. Moendoeng tahun 1927-1930 dan Pdt. H.G. Tiel tahun 1930-1942.
D.
Pembangunan Tempat Ibadat Sebelum Tahun
1936
Gereja pertama di
bangun pada tahun 1835 berbentuk 6 (enam) sudut. Gereja kedua dibangun tahun
1919 semi permanent lantai beton atap seng dan di depan gereja dibangun tugu
yang tingginya kira-kira 3 meter dan terdapat ornament-ornamen pada tugu
tersebut. Gereja ini dibangun pada masa Guru Jemaat/Kepala Sekolah Bapak Tuwo.
Pada tahun 1935
disepakati untuk membangun gereja di lokasi yang sama, oleh karena itu dibangun
gereja darurat (gereja fals) yang
bertempat di halaman Nikolas Lonteng (kostor pada waktu itu) gereja ini dipakai
selama 1 (satu) tahun.
Pada pertengahan (masa
libur dam panen) tahun 1936 gereja baru ditahbiskan oleh Pdt. Thiel dan
dihadiri oleh pejabat Pemeerintah dan para undangan. Sebelum peresmian dibentuk
panitian antara lain Sersan H. Mirah, Esha Lintang dan Frans Tenges. Setelah
ditahbiskan dibuat acara rama tama di gereja fals.
Gereja yang Ditahbiskan oleh
Pdt. Thiel pada Tahun 1936
Bagian dalam Gereja yang Ditahbiskan oleh Pdt.
Thiel pada Tahun 1936
BAB IV
PENDIDIKAN DAN KESEHATAN SEBAGAI WAHANA PENGINJILAN
Sektor pendidikan dan kesehatan
sebagai wahana untuk mempercepat proses penginjilan di Minahasa umumnya dan
khususnya di jemaat Ritey.
Pada penginjil yang masuk di tanah
Minahasa berpendapat bahwa untuk dapat menanamkan pemahaman Injil dengan benar,
maka syarat utama yang harus dicapai adalah penduduk Minahasa harus terdidik
dan sehat jasmani. Oleh karena itu dibangunlah pusat pelayanan kesehatan
seperti rumah sakit Betesda Tomohon,
Rumah sakit Pancaran Kasih Manado, Rumah sakit Kalooran Amurang demikian juga
di Langowan, sonder, Airmadidi dan Tondano.
Di bidang pendidikan, sesudah GMIM
mulai menata / mengatur dirinya sendiri
dengan baik, GMIM mendirikan sekolah-sekolah. Sesuai keputusan Malino bahwa
Sekolah Teologi untuk kawasan Indonesia Timur dipusatkan di Ujung Pandang. Selain sekolah Teologi
didirikan pula PGA (Pendidikan Guru Agama Kristen) di Tomohon tahun 1962.
Kemudian dibuka lagi di Airmadidi, dan di Amurang pada tahun 1980. Lulusan PGA
ini ditugaskan mengajar Agama Kristen di sekolah dasar, SLTP bahkan mengajarkan
katekisasi, berkhotbah bahkan memimpin Ibadat.
Selain itu pula melalui yayasan
persekolahan GMIM, mendirikan sekolah-sekolah umum seperti TK, SD, SMP, SMA dan
sekolah kejuruan lainnya seperti STM, SMK dll. Khusus di jemaat GMIM Ritey
bersama dengan penyebaran Agama Kristen, telah didirikan suatu sekolah yang
disebut sekolah NZG (kelas satu) tahun 1835. sekolah ini mula-mula masih
terdiri dari tiga kelas. Kemudian pada tahun 1946, atas inisiatif dari seorang
guru bernama Nehemia Mirah, sekolah ini menjadi 4 kelas. Akhirnya tahun 1951
atas prkarsa Bapak Frans Tenges sekolah ini menjadi 6 kelas. Berhubung sekolah
ini didirikan pada waktu tertib administrasi negara belum ada, maka dasar hukum
berdirinya sekolah ini belum ada pula. Para tenaga pengajar (guru) dan Kepala
sekolah yang ditugaskan di sekolah ini sebelum perng dunia ke II antara lain :
Bpk. Lapian, Tuwo (Tangkuney), P. Rorong ( Rumoong), Mirah, Oroh, Lumi, Jesaya
Tambayong, Tampinongkol, Egeten dan H Mangowal. Nanti tahun 1978 sekolah ini
memiliki dasar hukum yakni dengan adanya surat
keputusan dari yayasan Kristen GMIM Tomohon no. 033/SD GMIM/78 tertanggal 1
Juni 1978. Jadi sejak awal sekolah didirikan yakni 1835 sampai sekarang, tetap
dalam asuhan GMIM Ritey.
Selanjutnya jemaat GMIM Ritey
mengasuh sekolah taman kanak-kanak sejak tahun 60 an Sampai sekarang. Bahkan
ditahun 1970 jemaat GMIM Ritey pernah mengasuh sekolah lanjutan tingkat
pertama/SMP Kr. Ritey, namun sangat disayangkan sekolah ini tidak dapat
dipertahankan. Akibatnya tahun 1982 pemerintah Desa Ritey memprakarsai
berdirinya SMP LKMD Desa Ritey. Hukum Tua A.J. Sangkoy dan ketua LKMD J. Moroki
tahun 1983 SMP LKMD beralih ke yayasan yakni menjadi SMP
BAB V
PERKEMBANGAN JEMAAT
A.
PERKEMBANGAN JEMAAT 1936-1970
Pada bagian ini akan
dibahas secara khusus perkembangan jemaat GMIM Ritey di periode tahun ini
karena pada masa ini jemaat berkembang dengan pesat dan mulai tertata walau harus melewati masa-masa sulit zaman
Kolonial, Jepang dan Permesta.
Setelah GMIM berdiri
sendiri Gubernur Jendral BC
de Jonge ditandai dengan Ibadat pada 30 September 1934 dengan Beslit no 5
(staatbalt 563), resort-resort
kependetaan masa NZG berubah menjadi klasis. Jemaat Ritey menadi bagian klasis Amurang dengan
struktur pelayanan : jemaat dipimpin
oleh majelis jemaat; wilayah dipimpin oleh badan pengurus klasis.
Selanjutnya
sebagaimana aturan tata gereja tahun
l934 maka jemaat diberi
kesempatan mengatur rumah tangganya sendiri. Di samping mengatur menata jemaat
pada masa ini pula jemaat diperhadapkan dengan pergumulan antara lain; masa pendudukan Jepang (Perang Dunia II).
Masa sulit ini mengakibatkan jemaat berangsur-angsur lari kehutan sehingga ada
yang sakit bahkan meninggal di kebun dan hutan. Kendatipun demikian terdapat
juga jemaat yang ”bergerilya” yang
memiliki keterampilan perang hasil didikan tentara Belanda.
Dapat dikemukakan di
sini bahwa zaman pendudukan Jepang jalur Ritey Kaneyan merupakan “basis
kekuatan gerilya”. Para saksi hidup menceritakan kira-kira 40 tentara Angkatan
Laut Jepang dengan beberapa kendaraan
lengkap dengan senjata “memburu” para gerilya melintasi kampung ini. Setelah
berada di Kaneyan terjadilah kontak senjata yang tidak seimbang dengan para
gerilya yang adalah warga jemaat Ritey
yaitu: Eli Moroki, E. Tuuk dan H. Tambaani pada tahun 1947.Setelah konfrontasi
tersebut tentara Jepang pulang melintasi jemaat Ritey walau tinggal beberapa orang saja sambil
memaksa para anak-anak kampung untuk menunjuk tempat persembunyian para gerily
demikian tutur para saksi.
Kemudian kesulitan
muncul lagi dengan adanya serangan sekutu di Minahasa. Pada zaman ini gaji para
penginjil dan Pendeta tidak di bayar oleh Pemerintah. Walaupun demikian, hasil
penginjilan NZG menghasilkan seorang putra jemaat (ketua Jemaat) Nehemia Mirah
diberikan hak Ezrar oleh Sinode untuk melaksanakan Peneguhan Sidi dan
Perjamuan Kudus dengan nomor TBS4/6/4 tanggal 19 Oktober 1948. Setelah PD II
Jemaat pun ikut mengalami situasi pengaruh revolusi kemerdekaan.
Tahun 1950 diumumkan
oleh Pemerintah RI pemisahan keuangan Negara dan Gereja.
Oleh karena itu warga jemaat yang potensial hasil binaan NZG dengan spontanitas
mengaktifkan diri dalam pelayanan ibadat termasuk dunia Pendidikan.
Pada masa-masa
sulit ini Amurang dan sekitarnya
termasuk Jemaat Ritey dilayani oleh M. Sondakh, A. Rampen, Pdt Mowilos, Pdt
Goni.
Pada tahun 1957
terjadilah pergolakan Permesta. Perang
saudara ini membutuhkan pelayanan jemaat secara intensif. Walaupun sementara
dalam persembunyian, Gereja GMIM Bait’El
Ritey tetap dijadikan satu-satunya tempat peribadatan pada setiap hari minggu,
di samping beribadat di kebun.
Sesudah pergolakan
Permesta tahun 1961 Jemaat GMIM diperhadapan dengan maraknya kegiatan
partai-partai politik. Untuk
menghindarkan Jemaat supaya jangan terkotak-kotak maka Sidang SINODE memutuskan
kepada warga jemaaat agar supaya menolak paham Komunisme.
B.
PERKEMBANGAN JEMAAT 1970-2004
Pada masa ini Jemaat mulai ditata secara dewasa Jasmani dan
Rohani sebagaimana amanat Tata Gereja 1970.
Rencana program pelayanan Jemaat tahun ke tahun, Periode ke Periode dirumuskan
dan ditetapkan oleh Badan Pekerja dan Sidang Majelis Jemaat. Pola dan strategi pelayanan diatur perbidang
: Marturia, Koinonia, dan Diakonia kegiatan-kegiatan tersebut ditugaskan kepada
masing-masing Aras dan Komisi Pelayanan
Seperti Komisi Kategorial dan Komisi – komisi Kerja.
Wilayah pelayanan
jemaat terus bertambah, tahu 1978-1981 terdiri dari tiga kolom, tahun 1982-1994
(tiga periode) menjadi 5 kolom, 1995-2000, 7 kolom, 2000-2004, 09 kolom,
2005-2009 menjadi 10 kolom.
1.
Penempatan Tenaga Gereja
Pada tahun 1993
ditempatkan Guru Agama Debby Rori di Jemaat Ritey yang kemudian digantikan oleh Guru Agama Adel
Kakalang dari Jemaat Teling Wilayah Tanawangko tanggal 19 Juni 1994. Pada tanggal 14 November 1993 jemaat menerima
Vik. Pendeta Moudy Rumengan, S.Th. dan melaksanakan masa vikariatnya selama 1
tahun. Pada tanggal 27 November 1994 diteguhkan sebagai Pendeta Pelayanan oleh Pendeta Ny.
L. F. Tamuntuan – Makisanti mewakili Badan Pekerja Sinode GMIM. Pada tahun
1995 Pdt. Modi L. Rumengan dipilih oleh
Sidang Majelis Jemaat sebagai ketua BPMJ GMIM Ritey Periode 1995 – 2000. Pdt. Modi L. Rumengan S.Th. menikah dengan
Pdt Indrawati Sukardi. S.Th. yang kemudian menjadi Pendeta Pelayan di Jemaat
Ritey. Pada Agustus 2001 Pdt M.L. Rumengan S.Th. dipindahtugaskan oleh Sinode
ke Jemaat GMIM Suluan Wilayah Tomohon dan digantikan oleh Pdt Gamy R.B. PORONG,
S.Th. dan Pdt Winda PORONG – WEOL, S.Th.
dari Jemaat Teep Wilayah Langoan I. Serah terima dilaksanakan pada Ibadat
Minggu tanggal 29 Juli 2001 dan dilangsungkan dengan acara pisah sambut kemudian
ramah tamah di halaman Pastori. Sebelum ditempatkannya pendeta di jemaat Ritey
pada waktu itu ibadat sakramen dilaksanakan oleh pendeta yang ada ditingkat
wilayah Tumpaan seperti : Pdt. Lengkey, Pdt. Sondakh, Pdt. Suoth, Pdt.
Rumbayan, Pdt. Mukuan, Pdt. Runtukahu dan beberapa pendeta GMIM lainnya.
2.
Persekutuan
Ibadat-ibadat
dilaksanakan secara kontinuitas di kolom-kolom dan Kategorial yaitu ibadat
kolom (KKR), ibadat Kategorial BIPRA, dan ibadat-ibadat lain yang dibutuhkan
jemaat. Ibadat-ibadat ini dilaksanakan pada hari-hari tertentu sesuai jadwal
yang ditetapkan dan atas permintaan
anggota Jemaat. Juga dilaksanakan Ibadat KKR (Kebaktian Kebangunan Rohani)
dengan mendatangkan pembicara Tingkat
Sinode dan Penyanyi Rohani Tingkat Nasional diantaranya Ev Jouke Frits pada
bulan juni 2003.
Sebagai respon atas
meningkatnya jumlah Jemaat, dilaksanakan pula Ibadat-ibadat Sakramen seperti
Baptisan Kudus dan Perjamuan Kudus.
Ibadat Pemberkatan Nikah dilaksanakan sesuai kebutuhan.
3.
Diakonia dan Pendidikan
Diakonia adalah salah
satu bentuk pelayanan gereja yang harus dilaksanakan seperti amanat Tuhan
Yesus. Diakonia juga adalah salah satu wujud perhatian Gereja terhadap warga Jemaat. Jemaat GMIM
Ritey pun melaksanakan amanat gereja itu dengan Diakonia seperti, Kedukaan,
Kesehatan, Orang Cacat, Janda-Duda, Kecelakaan yang dananya diperoleh dari perbendaharaan jemaat
dan donatur.
Di Bidang Pendidikan juga
dilaksanakan Peduli Pendidikan antara lain :
§ Sidang Majelis jemaat bulan Maret 1993 menetapkan
Beasiswa bagi seorang Mahasiswa Teologi UKIT a.n. Steven Lintang untuk biaya
biaya selama 5 (lima) tahun.
§ Tahun 1997 Mengangkat 4 (empat) orang tenaga Guru SD
dan TK GMIM Ritey sampai sekarang yang dananya diambil dari Pos Pendidikan
Jemaat. Mereka adalah :
1. Greace Tumurang
2. Ny. N. Tombokan Tumurang kemudian diganti oleh Marie
Moroki
3. Bpk. Wem Tombokan diganti Bpk. Evert Tombokan
kemudian diganti oleh Ny. L. Tutu-Lonteng
4. Ny. M. Assa Lonteng guru TK.
§ Pada tahun 2000 Memberikan beasiswa pada murid SD Kelas VI.
§ Tahun 2003-2004 Membeasiswakan seorang siswa
berprestasi yang kurang mampu pada SMP PGRI Ritey yaitu Cristofel Lonteng,
Selain peduli
pendidikan, pada tahun 1986 jemaat membeli sebidang tanah (samping SD GMIM)
kemudian didirikan gedung Taman Kanak-kanak semi permanen yang di kerjakan
secara swadaya jemaat kemudian diresmikan oleh camat Amurang Drs. H. REMBET
yang diawali dengan ibadat .
Sektor pendidikan non
formal dipandang sebagai penunjang sumber daya jemaat. Dengan demikian Gereja
mengikutsertakan warga Jemaat dalam setiap kursus-kursus dan pelatihan seperti
: LKPG, LTPR, PDGSM, Kursus Wanita Gereja yang dilaksanakan oleh Sinode,
bahkan Jemaat GMIM Ritey pula tercatat 2
(dua) kali melaksanakan kegiatan LKPG tingkat Jemaat tahun 1984. Kemudian tahun
2003 atas prakarsa “Remaja Pemuda Bait’El”. menyelenggarakan kegiatan Latihan
Kepemimpinan dan Kewirausahaan yang
diikuti oleh 100 (seratus) peserta dari pelosok Minahasa. Para nara sumber
didatangkan dari Sinode dan Pejabat Pemerintah. Selain itu Jemaat juga
melaksanakan Pelatihan pembuatan Pupuk Bokasi serta kegiatan Seminar yang
dilaksanakan oleh Komisi Remaja tehun 2003.
4.
Sarana dan Prasarana
a. Pembangunan Gereja dan Pastori
Setelah melihat sarana
peribadatan tidak memadai lagi, maka pada tahun 1974 dilaksanakan pergantian
atap seng Gereja kemudian pada periode berikutnya dilaksanakan perluasan tangga
Gereja dan pembuatan pagar beton melingkari halaman Gereja. Usaha perbaikan gedung Gereja direspon oleh
Remaja dan Pemuda dengan melaksanakan pengecatan gedung pada tahun 1987. Memasuki periode 1990 – 1994 muncul wacana
pembangunan Gereja maka pada awal periode sidang Majelis Jemaat Desember 1990
memutuskan melaksanakan rehabilitasi dan perluasan ke belakang bangunan Gereja
melalui komisi Pembangunan. Keputusan
ini direalisasikan dengan dilaksanakannya perletakan batu pertama pada tanggal
26 Januari 1991 (acara kuncikan) oleh Badan Pekerja Sinode. Dalam pelaksanaan
kegiatan pembangunan itu, berkembang gagasan baru untuk membangun Gereja Baru
di atas lahan berdirinya Gereja Lama. Ini berartu gereja lama akan dibongkar.
Maka dibentuk pula seksi usaha dana dan dibuatlah gambar Gereja Baru yang
dirancang oleh Ir Frangki Tombokan. Pada
masa ini jemaat serta merta mengaktifkan diri dalam pekerajan pembangunan yang realisasinya
sampai tiang-tiang beton telah berdiri membungkus Gereja tua.
Dalam konteks kegiatan
pembangunan Gereja, ketika itu muncul lagi beberapa pandangan bahwa Gereja Baru
harus dibangun di lokasi baru dan
melestarikan Gereja tua. Di masa inilah yakni dalam rentang tahun 1991 sampai 2001
Jemaat diperhadapkan dengan situsi yang serba sulit di mana jemaat berdiri di
atas dua pandangan yang berbeda yaitu membongkar gereja lama atau
mempertahankannya. Namun peristiwa itu
telah di Aminkan bersama sebagai ujiann
“Sang Kepala Gereja” bagi jemaat GMIM Ritey.
Tahun 1994 tanah/kebun milik Gereja yang berbukit (belakang Gereja tua)
dalam waktu 100(seratus) jam menjadi rata, digusur dengan Weel Loader sumbangan dari Bapak Welly Tenges
yang berdomisili di Jakarta. Kemudian lokasi tersebut ditetapkan oleh Sidang
Majelis jemaat tanggal 08 dan 12
Februari 2001 menyetujui gambar baru yang dibuat oleh Ir R. Sukardi dan
ditindaklanjuti dengan membentuk
panitia pelaksana. Dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan itu kemudian
ditemukan ketidaksesuaian antara keputusan Sidang Majelis Jemaat dan
pelaksanaan pembangunan. Maka pada tanggal 04 desember 2001 dilaksanakan rapat
khusus di konsistori yang dihadiri oleh 16 (enam belas) orang Pelsus dan pantia
pembangunan. Dalam rapat itu disepakati dilaksanakannya pembangunan gedung
Gereja terpadu antara muka dan belakang (gambar Ir. Frangki Tombokan dan Ir. R.
Sukardi) disepakati pula gambar Gereja terpadu tersebut digambar oleh Bapak
Yudy Lonteng dan Bapak Hekto Lonteng.
Hasil kesepakatan ini membawa suasana baru bagi seluruh warga
Jemaat dan dalam usaha pembangunan,
Jemaat berloma-lomba mengumpul dana untuk pembangunan Gereja. Pada sidang Majelis tanggal .. November 2004
dilaporkan oleh panitia bahwa realisasi pekerjaan mencapai 125M3 (beton
bertulang) siap pasang atap dengan jumlah dana Rp 300.000.000, dalam tempo dua
tahun.
Pada tanggal 11 April
1997 disepakati untuk membangun Pastori yang sifatnya darurat dan dilanjutnya
dengan pembentukan panitia tanggal 02 Juni 1997 kemudian dilaksanakan
perletakan batu pertama dan ditabiskan pada hari minggu tangal 30 November 1997
oleh Pendeta A.F. Parengkuan (BPS sinode GMIM).
Pada bulan Desember 2001 dikerjakan pengaspalan jalan menuju Pastori
sepanjang 100 meter atas prakarsa Jemaat.
b. Prasarana Penunjang Ibadat Lainnya
Pada periode 1990/1994
Komisi Remaja Pemuda melaksanakan usaha pengadaan bangku Gereja dari kayu
wasian yang berjumlah 52 buah melalui kelompok kerja. Kemudian tahun 1995/1999 Pemuda kembali
melaksanakan kegiatan pengadaan air bersih untuk Pastori melalui penggalian air
sumur. Tahun 2000/2004 kembali tim kerja
Remaja Pemuda melaksanakan usaha pengadaan seperangkat Sound System. Sebelumnya tahun 1999 Jemaat telah memperoleh
satu unit alat musik Organ yang disumbangkan oleh Kel Robby Sankoy-Lonteng yang
dipakai dalam setiap ibadat sampai sekarang.
Usaha-usaha pengadaan
sarana penunjang ibadat terus diadakan dari tahun ke tahun seperti lemari
penyimpanan, Alat perjamuan bahkan untuk melaksanakan administrasi yang teratur
maka dengan berani Jemaat membeli seperangkat Komputer dan dibuat ruangan
computer pada bulan Desember 2004.
5.
Rapat-rapat Konsultasi dan Rekomendasi
Setelah Jemaat Ritey
masuk dalam wilayah Tumpaan dari tahun-ketahun dilaksanakan rapat koordinasi
pelayanan secara bergiliran setiap jemaat. Kemudian tahun ke tahun pula
mengikuti siding-sidang di tingkat Sinode baik perutusan jemaat maupun
konsultasi-konsuktasi Kategorial tingkat Sinode. Dapat dikemukakan kembali
bahwa peristiwa 100 tahun lalu (pertemuan antar klasis l885) terulang kembali
yaitu; Jemaat Ritey menjadi tuan rumah konsultasi pemuda seGMIM (komisi D bidang Program) ketika konsultasi
ini dilaksanakan di Tumpaan. Dengan demikian program pemuda tingkat sinode digodok dan dirumuskan di gedung “Bait’El”
Ritey pada tahun 2003.
Untuk menelusuri
Sejarah berdirinya Jemaat, maka Sidang Majelis Jemaat membentuk Panitia
Penyusunan Sejarah Jemaat yang kemudian melaksanakan Seminar penyusunan sejarah
Jemaat pada tanggal 14 Agustus 2004 yang dihadiri oleh 70 peserta dari Jemaat
dan Jemaat tetangga dengan nara sumber sbb. :
1.
Pdt D.M Lintong STh
(Teolog/Sejarawan )
2.
Drs. Joudy Sangkoy
(mewakili Panitia)
3.
Ev Kristo M.
Mirah (Evanglis, Budayawan)
4.
Jan M. A. Lontng,
S.Pd. (Dinas Pendidikan Nasional)
Hasil
seminar merumuskan tanggal 16 Juni 1835 ditetapkan sebagai hari berdirinya
Jemaat GMIM Ritey dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai mana dicantumkan
pada bagian sebelumnya. Sidang Majelis tanggal 31 Agustus 2004 memantapkan dan
menetapkan tanggal. Bulan, tahun tersebut di atas yang direkomendasikan Panitia
Seminar sebagai HUT Jemaat dan menetapan nama jemaat adalah “BAIT’EL”, yang
dalam bahasa Ibrani (Bahasa asli Peranjian Lama) berarti “Rumah Allah”.
6.
Minat dan Bakat
Dalam mengembangkan
potensi warga jemaat sejak 1970 Jemaat ikut serta dalam kegiatan-kegiatan
Kesenian dan Olah raga baik tingkat Wilayah maupun tingkat Sinode sebagai wujud
kesaksian Gereja. Pada tahun 1995-2004
frekwensi penyelenggaraan kegiatan olah raga dan kesenian mengalami peningkatan
di dalam Jemaat yang diprakarsai oleh Pemuda dan Remaja maupun Jemaat.
Pada bagian akhir
tulisan ini dapat dikemukakan lagi menjelang dan pasca reformasi dan
otonomisasi, dijemaat ini pula sering mengundang dan dikunjungi para Pejabat
Negara, Birokrat dan para Politisi sekaligus memberikan “kesaksian” dan “sedekah” untuk pmbangunan Bait’El. Apalagi Desa Ritey berada di ibu kota Kabupaten Minahasa
Selatan.
7.
Hubungan dengan pemerintah dan antar
golongan
Dengan masuknya
Gereja Advent Hari Ke Tujuh 1936 dan
Pantekosta di Indonesia 1950 dan menyusul Gereja Segala Bangsa tahun 1977 yang
masing-masing dipimpin oleh Gerat Mamengko, Sangkoy-Lepa dan Gembala Tampi dari
Tumpaan maka dikembangkan hubungan saling menghargai dan saling menerima antar
golongan agama. Tampak terlihat disetiap kegiatan Ibadat Pemakaman (kedukaan)
pada Hari-hari raya Gereja Saling mengundang untuk ibadat bersama. Kegiatan ini berlansung hingga sekerang.
Untuk memfasilitasi
hubungan antar Gereja, maka tahun 1980 dibentuklah BKSAUA yang pimpinanya
diambil dari semua Gereja yang ada di kampung Ritey. Tahun 2003 BKSAUA dirubah menjadi BKSAG
(badan kerja sama antar gereja).
Dalam hubunganya
dengan pemerintahan jemaat Bait’El Ritey memiliki peranan yang strategis (KK
terbanyak) oleh karena itu sejak kampung ini berdiri sampai sekarang GMIM
Bait’El Ritey terus menjadi mitra pemerintah desa baik secara langsung maupun
tidak langsung bagi pembanguna fisik maupun mental spiritual masyarakat desa
tercinta.
STRUKTUR BADAN
PEKERJA, PELAYAN KHUSUS & KOMISI KERJA
JEMAAT RITEY
Tahun 1936-1945 :
Guru jemaat : Jesaya Tambayong
Tahun 1945–1951 :
Guru jemaat :
Nehemia Mirah
Majelis : 1. Pnt. Markus Mamengko
2. Pnt. Ambrosius Assa
3. Pnt. Jan Tuuk
4. Sym. Martji Lonteng
5. Pnt. Emma Lumankun
6. Pnt. Bertus Lonteng
7. Pnt. Poldus Tumurang
Kostor : Nikolas Lintang
Tahun 1951 – 1952 :
Guru jemaat : Frans Tenges
Penatua :
1. Pnt. Ambrosius Assa
2. Pnt. Markus Mamengko
3. Pnt. Jan Tuuk
Syamas : Ibu
Martje Lintang
Ketua : 1.
Kaum Ibu - Ibu Emma Lumankun
2. Pemuda - Bpk.
Jahja Tumurang
Kostor :
Bpk. Nikolas Lonteng
Tahun
1952 – 1958 :
Guru jemaat : Bpk. W.
Mirah.
Penatua : 1. Bpk. Ambrosius Assa
2. Bpk. Markus Mamengko
3. Bpk. Yan Tuuk
Syamas : Ibu Martje Lintang
Ketua : 1.
Kaum Ibu - Ibu Emma Lumankun
2. Pemuda - Bpk.
Jahja Tumurang
Sekretaris : Bpk. Altin Tuuk
Kostor :
Bpk. Nikolas Lonteng
berakhir tahun
1954 dan diganti oleh Bpk Ismail Lonteng sampai tahun 1958.
Tahun 1958 – 1960 :
Guru jemaat : Piet Tombokan.
Penatua : 1. Bpk. Ambrosius Assa
2. Bpk. Markus Mamengko
3. Bpk. Yan Tuuk
Syamas : Ibu
Martje Lintang
Kostor : Bpk.
Altin Tuuk mulai tahun 1960
Tahun 1960 – 1961 :
Guru Jemaat : Jahja Tumurang
Sekretaris Jemaat : Bpk Altin Tuuk
Penatua : 1.
Bpk. Markus Mamengko
2. Bpk. Ambrosius Assa
3. Bpk. Jan Tuuk
Kostor :
Bapak Altin Tuuk
Syamas : Calvein Mangowal
Catatan : Minta berhenti Ketua Jemaat tahun 1961
Tahun 1961 –
1970 :
Guru jemaat : J.
W. Mirah
Sekretaris Jemaat : Bpk Altin Tuuk
Penatua : 1.
Bpk. Markus Mamengko
2. Bpk. Ambrosius Assa
3. Bpk. Jan Tuuk
Syamas : 1.
Ibu Femina Lumankun
2. Ibu Emma Lumankun
Ketua : 1.
Kaum Ibu – Kalori Turenduk
2. Pemuda – Bpk Wilson
Lintang pada
tahun
1963.
Kostor : Bpk.
Altin Tuuk sampai tahun 1970
Tahun 1970 -
1974 :
Ketua Jemaat : Bpk. Jakob Lumankun
Sekretaris
Jemaat : Bpk. Altin Tuuk
Bendahara : Bpk. Ambrosius Assa
Penatua : 1.
Bpk. Markus Mamengko
2. Bpk. Ambrosius Assa
3. Bpk. Jan Tuuk
Ketua : 1.
Kaum Ibu – Katotji Torendek
2. Pemuda - Jantje
Moroki
-
Bpk. EvertTombokan
Kostor :
Semuel Tutu
Tahun 1974 – 1978 :
Ketua Jemaat : Bpk. Altin Tuuk
Sekretaris Jemaat :
Bpk. Efert Tombokan
Ketua : 1. Kaum Ibu – Esther Mangowal
2. Kaum Bpk. – Evert
Tombokan
3. Pemuda - Yesaya
Tambaani
- Elia Lumankun
- Paul Lumankun
4. Anak : Justinus Tutu
Tahun 1978 – 1981 :
Ketua Jemaat : Bpk. Wilson R. Lintang
Sekretaris : Bpk.
Altin Tuuk
Bendahara : Mickal Tumilaar (Unggu)
Ketua : 1.
Kaum Bapa – Yakob Lumankun
2.KaumIbu – Durina Tuuk
Lintang
3. Pemuda – Jantje
Moroki
4. Anak – Justinus Tutu
Kolom I : Pnt.
Altin Tuuk
Sym. Fien Lumankun
Rumambi
Kolom II : Pnt.
Wilson Lintang
Sym. Hans Moroki
Kolom III : Pnt.
Ayub Moroki
Sym. Mickal Tumilaar
Tahun
1982 – 1985
Ketua : Pnt.
Wilson R. Lintang
Sekretaris : Pnt.
Nehemia Lintang
Bendahara : Pnt.
Albert Sangkoy
Anggota : 1.
Pnt. Ajub Z. Tumilaar (K. Bapak)
2. Pnt. Durina Tuuk –
Lintang (K. Ibu)
3. Zeth L. Weken (Pemuda dan Remaja)
Youke Lumankun (Pemuda dan Remaja)
4. Arie J. Weken (Anak)
Kolom I : Pnt. Bpk. Junus Tumilaar
Sym.
Ibu Mien Poyoh Tambaani
Kolom II : Pnt.
Nehemia Lintang
Sym.
Martha Tutu Assa
Kolom III : Pnt.
Wilson R. Lintang
Sym. Hans H. Moroki
Kolom IV : Pnt.
Albert Sangkoy
Lies Tumurang Mangowal
Kolom V : Pnt.
Jantje P. Moroki
Sym.
Altien Tuuk
Kostor : Bpk Jantje Sombah
Periode tahun 1986 – 1989
Ketua : Pnt.
Wilson Lintang
Sekretaris : Pnt.
Junus Tumilaar
Bendahara : Sym.
Annie Moroki Momongan
Anggota : 1.
Pnt. Justinus Tutu (K. Bapa)
2. Pnt.
Melly Tumurang Sangkoy (K. Ibu)
3. Pnt.
Nn. Lenny Lumankun (Pemuda)
Pnt. Nn. Meyty Marentek (Pemuda)
Kolom I :
Pnt. Junus Tumilaar
Sym.
Nehemia Lintang
Kolom II : Pnt.
Evert Tombokan
Sym.
Netty Tombokan Tumurang
Kolom III : Pnt.
Ann Lumankun
Sym.
Annie Moroki Momongan
Kolom IV : Pnt.Arie
Weken
Sym.
Fien Lonteng Lumankun
Kolom V : Pnt.
Wilson Lintang
Sym. Yulin Tumurang
Tambaani
Kostor :
Bapak Alexander Pojoh
Periode tahun 1990 – 1994
Ketua : Pnt.
Wilson Lintang (K. Bapa)
Sekretaris : Pnt. Justinus Tutu
Bendahara : Sym.
Annie Moroki Momongan
Anggota : 1.
Pnt. Ny. Martha Tutu Assa (K. Ibu)
2. Pnt. Jhoni Papia
(Pemuda)
3. Pnt.
Alan G. Roring (Remaja)
4. Pnt.
Donald Lonteng (Anak)
Kolom I : Pnt.
Nehemia Lintang
Sym. Juliana Lonteng
Tutu
Kolom II : Pnt.
Evert Tombokan
Sym. Netty Tombokan
Tumurang
Kolom III : Pnt.
Altin Tuuk
Sym.
Jantje Moroki
Kolom IV : Pnt.
Arie Weken
Sym.
Annie Moroki Momongan
Kolom V : Pnt.
Justinus Tutu
Sym.
Yulin Tumurang Tambaani
Kostor :
Bapak Alfi Lonteng
Periode taahun 1995 – 2000
Ketua : Pdt. MML. Rumengan, Sth.
Wakil Ketua : Pnt. Justinus Tutu
Sekretaris : Sym. Frans Weken
Bendahara : Sym. Ny. A. Moroki Momongan
Anggota2 : 1. Pnt. Wilson Mangowal (K. Bapa)
2. Pnt. Ny. M. Tutu Assa (K. Ibu)
3. Pnt. Drs. Joudy Sangkoy (Pemuda)
4. Pnt. Yandri Mangowal Sangkoy
(Remaja)
Pnt.
Samuel Tumurang (Remaja)
5. Pnt. Ny.
Yulin Momongan (Anak)
Pendeta Pelayan
: 1. Pdt. Ny. Indra Rumengan Sukardi, STh /
2. Pdt. W. Porong Weol, STh
Guru Agama : Ny.Welny Tambajong Momongan
Kolom I : Pnt.
J.A. Tuuk
Sym. Ny. R. Mamengko
Sangkoy
Kolom II : Pnt. E. Tombokan
Sym.
Ny. N. Tombokan Tumurang
Kolom III : Pnt.
J. Tumilaar
Sym.
Ny. E. Tumurang Tutu
Kolom IV : Pnt.
A.J. Weken
Sym. Ny. A. Moroki Momongan
Kolom V : Pnt. Z. B. Assa
Sym. Ny. F. Lonteng Lumankun
Kolom VI : Pnt. N. Lintang
Sym.
Ny. J. Lonteng Tutu
Kolom VII : Pnt. J.
Tutu
Sym.
Frans Weken
Kostor :
Bapak Alfi Lonteng
II. Badan Penasehat
Majelis Jemaat
1.
Bpk. .W. Mirah
2.
Bpk. W.R. Lintang
3.
Bpk. Albert Sangkoy
4.
Ibu Fin Lumankun
Rumambi
III. Badan Pengawas Perbendaharaan Jemaat
1.
Bpk. Paul Lumankun
2.
Bpk. Janes Roring
3.
Bpk. Johny Mirah
4.
Bpk. Weliam Lonteng
IV. Komisi Kerja
1. Komisi Pekabaran Injil : Bpk. Jhony Papia
2. Komisi Pembangunan : Bpk. Jes Lonteng
3. Komisi Pendidikan : Bpk. Jouke Lumankun
4. Komisi Diakonia : Ibu Anneke Terok
5. Komisi Nyanyian Gereja: Zeth
Pandegiroth
Panitia Pembangunan
Pastori
Ketua : Bpk. Anthon Moroki
Wkl. Ketua : Bpk. Josep Mamengko
Sekretaris : Bpk. Zeth weken
Wkl. Sekretaris : Bpk. Zeth Rorong
Bendahara : Bpk. Jantje Sangkoy
Anggota : Bpk. Repi Poyoh
Bpk. Yosep tutu
Ibu Yultje Tuuk
Ibu Netty Tutu
Ibu Jultje weken
Ibu Like Lonteng
Ibu Elsye Lonteng
Ibu Ros Tutu
Ibu Rosye Rorong
Periode 2000 – 2004
Ketua : Pdt.
M. L. Rumengan, STh
Pdt. G.
R. B. Porong, STh
Wkl. Ketua : Pnt.
Frans Weken
Sekretaris : Sym.
Zeth Assa
Bendahara : Sym.
Annie Momongan
Pdt. Ny. W. Porong
Weol, Sth
Pnt. Justinus Tutu
Anggota : 1.
Pnt. Justinus Tutu (K. Bapa)
2. Pnt. Sintje
Lumankun Lolowang (K. Ibu)
3. Pnt. Vicky
Sangkoy, Spd (Pemuda)
4. Pnt. Alex Lonteng
(Remaja)
5. Pnt. Junaedy
Sangkoy (Anak)
Kolom I : Pnt. Nehemia Lintang
Sym.
Juliana Lonteng Tutu
Kolom II : Pnt. Jesaya Tutu
Sym.
Marie Assa Lonteng
Kolom III : Pnt. Niko Tambajong
Sym.
Annie Moroki Momongan
Kolom IV : Pnt. Evert Tombokan /
Pnt.
Mangowal Sangkoy
Sym.
Netty Tombokan Tumurang
Kolom V : Pnt. Julian Mangowal
Sym.
Rolin Mamengko Sangkoy
Kolom VI : Pnt. Youke Lumankun
Sym.
Fien Lumankun Tutu
Kolom VII : Pnt. Drs. Robert
Sangkoy
Sym.
Martha Tutu Assa
Kolom VIII : Pnt. Frans Weken
Sym.
Zeth Assa
Kolom IX : Pnt. Jan S. Mamengko
Sym.
Adolop Lonteng
Penasehat Majelis :
1.Wilson R. Lintang
2.Altin Tuuk
3.Junus
Tumilaar
Badan Pengawas Perbendaharaan Jemaat (BPPJ)
Ketua : Paul Lumankun
Sekretaris : Janis Roring
Anggota : 1. Arie Weken 1
2.
Weliam Lonteng
Ketua Komisi – komisi Kerja :
1. Komisi Doa dan Penginjilan : Anthon Mirah
2. Komisi Diakonia : Ny. Rosye Tutu Rorong
3. Komisi Kesenian Gereja : Jhoni Papia
4. Komisi Pendidikan & Persekolahan
: Yudy Lonteng
5. Komisi Pembangunan :
Fredy Tutu
6. Komisi PSDD : Drs. Joudy Sangkoy
Periode 2005 – 2009
Ketua : Pdt. G. R. B. Porong, STh
Wkl. Ketua : Pnt. Drs. N.F. Lumankun
Sekretaris : Pnt. Drs. Joudy Sangkoy
Bendahara : Pnt. Drs. Robert Sangkoy
Anggota : 1. Pnt. Arie Weken (Bapa)
2. Pnt. Sintje Lumankun Lolowang (K. Ibu)
3. Pnt. Teddy Tumurang (Remaja)
4. Pnt. Ny. Rolin Sangkoy Tumurang (Anak)
Pendeta Pelayan : Pdt. W. Porong Weol, STh
Guru Agama :
Ny. Welny Tambajong Momongan
Kolom I : Pnt. Drs. N.F. Lumankun
Sym. G. A. Ny. Debby Tumilaar Rori
Kolom II : Pnt. Jesaya Tutu
Sym.
Marie Assa
Kolom III : Pnt. Niko Tambajong
Sym
Zeth Rorong
Kolom IV : Pnt. Jhon Papia
Sym.
Mangowal Sangkoy
Kolom V : Pnt. Julian Mangowal
Sym.
Rolin Mamengko Sangkoy
Kolom VI : Pnt. Youke L. Lumankun
Sym.
Fientje Lumankun Tutu
Kolom VII : Pnt. Drs. Robert Sangkoy
Sym.
Elsye Weken Lonteng
Kolom VIII : Pnt. Zeth Assa
Sym.
Jhon Lumankun
Kolom IX : Pnt. Frans Weken
Sym.
Elia Lumankun
Kolom X : Pnt. Drs. Joudy Sangkoy
Sym.
Selvie Tutu Assa
Panitia Pembangunan Gereja Tahap I
Ketua : Paul S. Lumankun
Wkl. Ketua : Johanis P. Tumurang
Sekretaris : Drs. Joudy Sangkoy
Wkl. Sekretaris : Jantje Sangkoy
Ass. Bendahara : Zeth H. Rorong
Anggota : 1. Jusop
Tutu
2.
Jandry M. Sangkoy
3.
Jotje Mamengko
4.
Sedy Moroki
5.
Deby Assa
6.
Alfrets Rumagit
7.
Derlina Lumankun Manes
8. Deby
Tumilaar Rori
9. Fentje Tumilaar
10.
Jotje Mamengko
11.
Max Lonteng
12.
Jhoni Lonteng
13.
Fredy Tutu
14.
Dany Poyoh
Panitia Pembangunan Gereja Tahap II
Ketua : Drs. Robby Sangkoy, MPd
Wakil Ketua :
Sym. Zeth H. Rorong
Sekretaris : Ny. O Tombokan Lontoh
Wkl. Sekretaris :
Zeth L. Weken
Bendahara : Pnt. Frans Weken
Anggota :
1.
Janny Moroki
2.
Arie Weken II
3.
Joseph Tutu
4.
Fredy G. Tumurang
5.
Reppy Pojoh
6.
Fitje Mamengko
7.
Ivone Sengkey
8.
Luky Tungkele
9.
Jein Sumoked
10.
Joutje Mamengko
11.
Herny Tombokan
12.
Welly Rorong
13.
Paul Lumankun
14.
Jes Lonteng
15.
Johanis Tumurang
16.
Dani Pojoh
17.
Jusop Tutu
18.
Seddy Moroki
19.
Lendy Tumurang
Panitia Penyusunan Sejarah Jemaat
GMIM Bait’El Ritey
Ketua : Junaedy Sangkoy
Wkl. Ketua : Vicky Sangkoy, Spd
Sekretaris : Teddy CH. Tumurang
Bendahara : Justinus Tutu
Anggota : 1. Zeth Lintang
2. Julian Lumankun
3. Deby Tumilaar Rori
4. Olke Tombokan Lontoh
` 5. Marlin Momongan
6. Lucky Tungkele
7. Djony Lonteng
8. Yan Tambajong
9. Anthon Mirah
10. Wilson Lintang
11. Jemmy Lumankun
12. Drs. Joudy Sangkoy
Tim Perumus
Sejarah Jemaat GMIM Bait’El Ritey
1.
Drs. N.F. Lumankun
(Koordinator)
2.
Drs. Joudy Sangkoy
3.
Jan M. A. Lonteng, SPd
4.
Ir. Max Weken
5.
Pdt. Ny. Winda Porong
Weol, STh
6.
Vicky Sangkoy, SPd.
7.
Teddy CH. Tumurang
8.
Junaedy Sangkoy
Nara Sumber & Moderator
Seminar
1.
Pdt. D. M. Lintong,
STh (Sejarah Jemaat Ritey)
2.
Drs. Joudy Sangkoy
(Aita’Di Wo Haleluya)
3.
Jantje Lonteng, Spd
(Sejarah Gereja Jemaat Ritey)
4.
Rev. Drs. M. Mirah, M.
Th, M. Div, SE (Menjangkau dan memenangkan warga Ritey oleh Injil bagi Kristus)
5.
Moderator : 1. Pdt.
Steven Lintang, STh
2.
Drs. Roby Sangkoy, Mpd
Panitia Perayaan HUT Jemaat
Ke 170 GMIM Bait’El Ritey Tahun 2005
Penanggung Jawab
: Badan Pekerja Majelis Jemaat
Pembina :
Hukum Tua Desa Ritey (Jes J. Lonteng)
Pengarah : 1. Ato
Tenges, S.E.
2.
Ir. Frangki Tombokan
3.
Richart Tumilaar, S.E,
M.Si
4.
Julian Weken
5.
Drs. Robby Sangkoy,
M.Pd
6.
Ir. Max Weken
7.
Jantje Lonteng, S.Pd.
8.
Julian Sangkoy
9.
Pdt. Stefen Lintang,
S.Th.
10. Fentje Tumurang
11. Drs. Marten Mirah
12. Drs. Temi Assa
13. Ir. Julius Mangundap
14. Ir, Leo Tombokan
15. Dra. Nontje Lumankun
Ketua : Pnt. Drs. Festus Lumankun
Wakil Ketua :
Jotje Mamengko
Sekretaris :
Vicky Sangkoy, SPd.
Wakil Sekretaris :
Yudy Lonteng
Bendahara :
Johanis Tumurang
I. Sie.
Acara / Ibadah : Junaedi
Sangkoy
II Sie.
Usaha Dana : Sym. Zeth
Rorong
III. Sie Sekretariat : Ibu. Olke Tombokan
Lontoh
IV. Sie.
Olahraga : Pd.
Rudy Weken
V. Sie
Perlengkapan : Pnt. Arie
Weken
VI. Sie.
Kesenian : Ibu Ani
Moroki Momongan
VII. Sie
Dekorasi : Pnt.
Tedy Tumurang
Pd. Nixsen Lintang (Ketua Pemuda)
VIII. Sie
Lomba Kebersihan : Ibu Aneke
Lumankun
IX. Sie.
Konsumsi : Pnt Sien
Lumankun Lolowang
X. Keamanan
dan Kesehatan : Bpk. Djoni Lonteng
Panitia Penyusunan Sejarah Jemaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar